Tinggalkan Komentar Anda

Terimakasih Sudah Berkunjung Di Kumpulan Makalah Praktis
Mohon Kritik Dan Saran yang Sifatnya Membangun, Untuk Perbaikan Tulisan Kumpulan Makalah Praktis
Cantumkan Link/alamat Web Anda Jika Ingin DiCopas
Berkomentarlah Yang Sopan dan santun
Terimakasih

Sabtu, 31 Maret 2012

Pembaharuan Sultan Mahmud II


Oleh : Irvanuddin
Disampaikan Pada Kegiatan Perkuliahan
Mata Kuliah “PPMDI”
Tanggal 19 Maret 2012, Universitas Al-Washliyah (UNIVA) Medan



A.    Sejarah Singkat Sultan Mahmud II
Sultan Mahmud II lahir pada 20 Juli 1785 Masehi di Istana Topkapi, Konstantinopel. Ia adalah anak dari Abdul Hamid I dan sepupu penguasa Selim Reformasi III. Ibunya adalah Valide Sultan Naksh-i-Dil Haseki (dia adalah sepupu dari istri Napoleon Josephine). Pemerintahannya dicatat sebagian besar untuk reformasi administratif, militer dan yang memuncak dalam Keputusan Tanzhimat (Reorganisasi) yang dilakukan oleh anak anaknya Abdülmecid I dan Abdulaziz I.
“Sultan Mahmud II diangkat menjadi sultan pada 28 Juli 1808 menggantikan Mustafa IV”[1]. Pada awal pemerintahan Sultan Mahmud II kerajaan Usmaniyah masih berada dalam keadaan yang tidak stabil karena diancam oleh peperangan dengan Rusia serta tantangan dari wilayah-wilayah yang mencoba mendapatkan kuasa otonomi. Walaupun peperangan dengan Rusia berakhir pada tahun 1812 dalam Perjanjian Bucharest, tetapi gerakan otonomi wilayah di Eropa masih belum dapat dipadamkan. Hal ini mendorong Sultan Mahmud II untuk melaksanakan program pembaharuannya. Sultan Mahmud II meneruskan pembaharuan ala Barat yang dimulakan oleh Sultan Salim III. Akan tetapi beliau tidak tergesa-gesa memperkenalkannya karena menyadari adanya tantangan yang kuat dari tentera Inkishariyah yang mempunyai hubungan yang erat dengan tarekat Bektashi yang berpengaruh dalam masyarakat dan dari kalangan ulama yang memegang kuat tradisi umat Islam. Beliau akhirnya menggunakan taktik tunggu dan lihat.

B.     Pokok Pembaharuan Sultan Mahmud II
Terdapat beberapa faktor yang akhirnya mendorong Sultan Mahmud II untuk memperkenalkan usaha pembaharuan ini. Diantarannya ialah kelemahan sistem ketenteraan Uthmaniyah semakin jelas dan terbukti apabila berhadapan dengan kuasa Eropa dan Rusia di medan peperangan. Kekalahan menghadapi Perancis di Mesir masih menghantui pemikiran dan perasaan pemerintah dan juga rakyat. Mereka berasa bimbang, peristiwa seperti ini mungkin akan berulang lagi. Tambahan pula kurangnya disiplin dan moral di kalangan tentara Inkishariyah. Sebagian daripada mereka ingkar untuk menjalankan operasi dan sebagian yang lain pula pada mulanya patuh dengan arahan, tetapi kemudian ingkar dan meninggalkan medan peperangan. Di samping itu juga, mereka juga menjadi pemimpin yang mempengaruhi masyarakat menentang pemerintah. “Apabila tentera Inkishariyah gagal dalam menangani pemberontakan Greek pada tahun 1821 M, Sultan Mahmud bertekad untuk memulai program pembaharuannya”[2].
Sultan Mahmud II melihat bahwa tentara Mesir di bawah pimpinan Muhammad Ali Pasha jauh lebih teratur karena tentara Mesir mendapat latihan dari bekas pegawai Perancis seperti Kolonel Seve (Sulaiman Pasha al- Faransawi). Ketika tentara Mesir dikirimkan untuk menundukkan Greek, mereka berjaya, begitu juga mereka telah membuktikan sebelumnya yang mereka berjaya mengalahkan gerakan Wahhabi di Arabia. Susunan tentera baru inilah yang membawa kepada kemenangan. Ini menguatkan semangat Sultan Mahmud II untuk merubah susunan tentera Uthmaniyah.
Oleh itu sejak tahun 1822 M, beliau memulai inisiatif ke arah perubahan dalam struktur ketentaraan. Tindakan pertama Sultan Mahmud II yaitu dengan menguasai tentera Inkishariyah dan ulama. Beliau telah meletakkan pendukungnya untuk mengisi jabatab-jabatan penting dalam institusi keagamaan seperti Shaykh al-Islam, kadi askar dan kadi Istanbul. Beliau juga melantik pendukung-pendukungnya sebagai pegawai tinggi tentara. Setelah jabatan penting dalam kedua-dua institusi ini disandang oleh pendukungnya, pada tahun 1826 M Sultan Mahmud II memulai program pembaharuannya. Dengan bantuan sukarelawan dari Anatolia, Sultan Mahmud II membuat satu angkatan tentara baru yang diberi gelar “Muallem Eshkinji” (laskar yang terlatih). Jurulatih-jurulatih tentara baru ini dipercayakan kepada Muhammad Ali dari Mesir.
Walau bagaimanapun beliau masih berhati-hati dalam melaksanakan pembaharuanya. Ketika mengumumkan pembubaran tentera Inkishariyah dan memperkenalkan tentara baru, beliau menunjuk tentara baru ini sebagai tentara yang terlatih dan mampu mengatasi tentara kafir Eropa.
Beliau juga berhati-hati dalam pengumumanya supaya tentara baru ini tidak dikaitkan dengan tentera Nizam-i-Jadid yang diperkenalkan oleh Sultan Salim III dahulu, dan dengan itu beliau terlepas daripada tuduhan tidak Islamik. Bahkan beliau melantik pegawai pelatih terdiri daripada orang Muslim saja. Ulama juga ditugaskan dalam tentara untuk mengimamkan sembahyang dan juga sebagai pegawai agama tentara. Lebih daripada itu fatwa telah dikeluarkan dengan pengumuman pembaharuan ini. Dengan perancangan tersebut, Sultan Mahmud II berada dalam keadaan bersiap sedia dalam menghadapi resiko tantangan dari Inkishariyah (Abdul Rauh Yaccob, 1994:89).
Seperti yang diprediksi, pembentukan tentara baru ini mendapat tantangan dari Inkishariyah. Sebelum pertunjukan perbarisan tentera baru ini dilakukan di ibu kota Istanbul, Inkishariyah menuntut supaya kerajaan membubaarkan pasukan tentara baru ini. Tetapi Mahmud II sudah bersiap sedia dan dengan persetujuan ulama, beliau mengumumkan perang dan mengepung pasukan Inkishariyah. Akhirnya berlaku pertumpahan darah dan lebih kurang 1,000 orang tentera Inkishariyah terbunuh, harta-benda, rumah kediaman dan masjid turut musnah. Tarekat Bektashi yang mempunyai banyak anggota dari kalangan Inkishariyah dibubarkan dan Inkishariyah dibubarkan. Dengan kehilangan tentara ini, kekuatan ulama yang anti pembaharuan mulai lemah, maka usaha pembaharuan dalam kerajaan Uthmaniyah abad ke-19 berjalan dengan lancar.
Di samping aspek ketentaraan, perubahan penting yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II dan akhirnya membawa pengaruh besar dalam perkembangan pembaharuan kerajaan Uthmaniyah yaitu dalam bidang pendidikan. Madrasah merupakan satu-satunya institusi pendidikan umum yang penting waktu itu dan hanya diajarkan pengetahuan agama.
Sultan Mahmud II berpendapat bahwa sistem pendidikan seperti ini tidak lagi mampu untuk menangani permasalahan pada abad ke-19. Oleh sebab itu, perubahan dalam kurikulum madrasah perlu dilakukan dengan memasukkan pengetahuan umum tetapi ia masih menghadapi kesukaran. Sistem madrasah tradisional akhirnya dikekalkan tetapi Sultan Mahmud II telah membuat sekolah baru yaitu Maktab-i-maarif (sekolah pengetahuan umum) dan Maktab-i-Ulum Edenji (sekolah sastera). Di kedua-dua sekolah ini diajarkan bahasa Perancis, geografi, sejarah dan ilmu politik serta bahasa Arab. Sekolah pengetahuan umum mendidik siswa untuk menjadi pegawai, ketika sekolah sastera menyediakan penterjemah- penterjemah untuk keperluan pemerintahan. Sultan Mahmud II juga mendirikan sekolah tentara, sekolah teknik, sekolah kedoktoran dan pembedahan. “Sultan Mahmud II juga mengirim pelajar-pelajar ke Eropa dengan tujuan setelah selesai mereka akan kembali sebagai agen pembaharuan”[3]. Hasilnya munculah buku-buku terjemahan dari peradaban moden Barat. Pada tahun 1831 M, Sultan Mahmud II mengeluarkan surat kabar resmi yaitu Takvim-i Vekayi tiga tahun setelah terbitnya kabar resmi Mesir, al-Waqa’i al- Misriyah (1828). Surat kabar tidak hanya memuatkan berita dan pengumuman resmi pemerintah, tetapi juga memuatkan aktiviti-aktiviti mengenai gagasan progresif di Eropa. Oleh karena itu, “surat kabar ini mempunyai pengaruh besar dalam memperkenalkan ide- ide modern kepada masyarakat disamping terjemahan buku-buku Perancis ke bahasa Turki”[4].


C.    Analisis
Dalam analisis ini, sesuai dengan pokok pemikiran pembaharuan sultan Mahmud II yang mana beliau telah berhasil merubah strukturalisasi ketentaraan dan merubah kurikulum madrasah atau lembaga pendidikan. Penulis dapat memberikan analisa atau argument sebagai berikut:
Pertama, pembaharun yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II dalam bidang kemiliteran sangat bagus dan tepat. Dengan adanya pasukan militer yang kuat, kita tidak akan mudah untuk dilawan oleh bangsa lain. Militer merupakan komponen yang sangat penting dalam mempertahankan sebuah daulat atau Negara. Jika pembaharuan yang dilakukan Sultan Mahmud II tersebut diterapkan di Negera kita ini (Indonesia) kemungkinan besar negeri ini akan menjadi Negara yang sangat kuat dalam bidang kemiliteranya. Sehingga Indonesia menjadi Negera yang  akan disegani oleh Negara  atau bangsa lain. Indonesia akan menjadi macan dunia yang tidak bisa dianggap remeh oleh bangsa lain dan mampu mempertahanakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kedua, pembaharuan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II dalam bidang pendidikan memang sangat  cocok dan tepat untuk dilakukan. Mengapa demikian?
Karena dengan pembaharuan yang dilakukan dalam dunia pendidikan khususnya bidang kurikulum memang sangat urgen atau penting. Dengan perubahan kurikulum yang bersifat tradisional kekurikulum yang bersifat modern akan memberikan warna yang berbeda. Sehingga umat islam tidak akan mengalami stagnasi pendidikan, yang mana umat islam akan mampu bersaing dengan oran-orang non muslim. Bagaimana pemikiran Sultan Mahmud II dalam bidang pendidikan ini jika diterapkan dalam sistem pendidikan yang ada di Indosesia?, tentunya sangat tepat dan cocok. Dengan adanya pembaharuan kurikulum yang ada di Indonesia saat ini merupakan wujud nyata dari pembaharuan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II. Dan terlihat hasilnya, banyak anak-anak bangsa yang mampu bersaing dalam berbagai perlombaan olimpiade tingkat Internasional. Dan yang terpenting adalah jangan sampai meninggalkan pelajaran-pelajaran agama. Kita harus mampu menyeimbangkan antara pelajaran agama dan pelajaran umum. Dan menurut penulis kedua-duanya sangat penting dan belajarlah selagi anda bisa.

D.    Kesimpulan
Dalam penulisan makalah ini, penulis mempunyai beberapa kesimpulan antara lain:
Ø  Pembaharuan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II merupakan awal perubahan umat islam dalam bidang kemiliteran atau ketentaraan yang patut dicontoh oleh kita (Bangsa Indonesia).
Ø  Pembaharuan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II dalam bidang pendidikan, yang mana beliau merubah sistem kurikulum dari sistem tradisional ke kurikulum modern merupakan suatu pembelajaran untuk kita. Yang mana kita harus mampu menerapkan sistem pendidikan tersebut dalam dunia pendidikan yang ada di Indonesia.
Ø  Kemiliteran dan pendidikan merupakan komponen yang sangat penting dalam sutau Negara atau bangsa. Dengan kuatnya meliter suatu Negara atau bangsa, maka negara tersebut akan disegani oleh Negara atau bangsa lain. Dengan pendidikan yang berkualitas, suatu Negara tidak akan dianggap remeh oleh negara atau bangsa lain. Begitu juga dengan indosesia. Dengan adanya pasukan militer yang kuat dan rakyatnya yang berprestasi di ajang internasional, maka Indosesia tidak akan dipandang sebelah mata oleh Negara atau bangsa lain.

E.     Daftar Pustaka
Ø  Yusran Asmuni. “PengantarStudi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam”, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 1998.
Ø  Muhammad Al-Bahy. “Pemikiran Islam Modern”.  Jakarta : Pustaka Panjimas. 1986.
Ø  Harun Nasution. “Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan”. Jakarta : PT. Bulan Bintang. 1996.
Ø  http://www.scribd.com/doc/11578352/Dunia-Islam-Abad-Ke19-Dan-20 yang diakses tanggal 8 januari 2011



[1]               Yusran Asmuni. “Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam”, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 1998. Hal 12.

[2]               Muhammad Al-Bahy. “Pemikiran Islam Modern”.  Jakarta : Pustaka Panjimas. 1986 hal. 97.

[3]               Harun Nasution. “Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan”. Jakarta : PT. Bulan Bintang. 1996  hal 93.
[4]               http://www.scribd.com/doc/11578352/Dunia-Islam-Abad-Ke19-Dan-20 yang diakses tanggal 8 januari 2011

Selasa, 27 Maret 2012

Wewenang Dan Tanggung Jawab


Oleh : Irvanuddin

Disampaikan dalam kegiatan perkuliahan
Mata Kuliah “Manajemen Organisasi”
Tanggal 21 Desember 2011, Universitas Al-Washliyah (UNIVA) Medan

A.    Wewenang (Authority)
1.      Pengertian Wewenang
Wewenang Adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang untuk memerintah orang lain berbuat atau tidak berbuat.
Wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah ornag lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, agar tercapai tujuan tertentu.
Jadi wewenang merupakan dasar untuk bertindak, berbuat, dan melakukan kegiatan/aktivitas dalam organisasi (perusahaan). Tanpa wewenang, orang-orang dalam organisasi tidak dapat berbuat aapa-apa. Dalam authority selalu terdapat Power (kekuasaan) and Right (hak), tetapi dalam power belun tentu terdapat authority and right.
Power (kekuasaan) adalah kemampuan untuk melakukan hak, atau kemampuan untuk mempengaruhi individu, kelompok, keputusan atau kejadian.
2.      Jenis-Jenis Wewenang
a.       Wewenang garis
Wewenang garis, adalah kekuasaan, hak dan tanggung jawab langsung berada pada seseorang atas tercapainya tujuan. Ia berwewenang mengambil keputusan dan berkuasa, berhak serta bertanggung jawab langsung untuk merealisasi keputusan tersebut.
b.      Wewenang staff
Wewenang staff, adalah kekuasaan dan hak, hanya untuk memberikan data, informasi dan saran-saran saja untuk membantu lini, supaya bekerja efektif dalam mencapai tujuan. Seseorang yang mempunyai wewenang staf, tidak berhak mengambil keputusan dan merealisasikan keputusan serta tidak bertanggung jawab langsung atas tercapainya tujuan. Tegasnya pemegang wewenang staf hanya merupakan pembantu lini untuk menyediakan data, informasi, dan saran-saran dipakai tidaknya tergantung manajer lini.
c.       Wewenang fungsional
Wewenang fungsional, kekuasaan seorang manajer adalah karena proses-proses, praktek-praktek, kebijakan-kebijakan tertentu atau soal-soal lain yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan-kegiatan oleh pegawai-pegawai lain dalam bagian-bagian lain pula.
d.      Wewenang wibawa
Wewenang wibawa, kewibawaan seseorang adalah karena kecakapan, perilaku, ketangkasan, dan kemampuan, sehingga ia disegani.
3.      Sumber-Sumber Wewenang
a.       Teori wewenang formal
Wewenang yang dimiliki seseorang bersumber dari barang-barang yang dimilikinya, sebagaimana yang diatur oleh undang-undang, hokum, dan hukum adat dari lembaga tersebut. Contoh : pemilik saham mempunyai wewenang karena saham yang dimilikinya.
b.      Teori penerimaan wewenang
Wewenang bersumber dari penerimaan, kepatuhan, dan pengakuan para bawahan terhadap perintah, dan kebijakan-kebijakan atas kuasa yang dipegangnya. Contoh : rakyat memilih presiden, sehingga presiden memiliki wewenang untuk memerintah. Presiden memiliki wewenang selama rakyat mentaati dan mematuhi perintah-perintahnya. Jika rakyat tidak lagi mematuhi perintah-perintahnya maka wewenang akan hilang.
c.       Wewenang dari situasi
Wewenang bersumber dari situasi darurat atau kejadian-kejadian luar biasa. Pemimpin yang wewenangnya bersumber dari situasi sering disebut pemimpin sejati dan tanpa pamrih, begitu situasi normal kembali maka wewenangnya akan hilang. Contohnya : sebuah kapal laut terbakar, kemudian seorang penumpang memerintahkan agar sekoci diturunkan dan perinyahnya ini ditaati serta dilaksanakan penumpang lainnya. Orang tersebut mempunyai wewenang hanya karena situasi, serta mengambil alih wewenang kapten kapalnya.
d.      Wewenang dari jabatan
Wewenang bersumber dari posisi yang dijabatnya di dalam organisasi yang bersangkutan. Contohnya : Seorang dosen mempunyai wewenang untuk meluluskan seorang mahasiswa, karena ia mempunyai wewenang (kedudukan=posisi) untuk itu.
e.       Wewenang dari faktor teknis
Wewenang bersumber dari computer yang dipakainya untuk memproses data. Operator berwenang menginformasikan dan menjelaskan hasil proses data itu, menjadi suatu keputusan yang diterima oleh orang lain.
f.       Wewenang dari hokum
Wewenang bersumber dari hukum atau undang-undang yang berlaku. Contohnya : Polisi mengatur lalu lintas karena ada hokum yang mengaturnya.

B.     Tanggung Jawab (Responsibility)
1.      Pengertian tanggung jawab
Tanggung jawab adalah keharusan untuk melakukan semua tugas-tugas (kewajiban) yang dibebankan kepada seseorang, sebagai akibat dari wewenang yang diterimanya atau dimilikinya.
Tanggung jawab adalah kewajiban untuk melakukan sesuatu yang timbul karena seseorang telah menerima wewenang. Maka dari itu, antara wewenang dan tanggung jawab harus seimbang.
Tanggung jawab adalah sesuatu yang harus kita lakukan agar kita menerima sesuatu yang di namakan hak.Tanggung jawab merupakan perbuatan yang sangat penting dilakukan dalam kehidupan sehari-hari,karena tanpa tanggung jawab,maka semuanya akan menjadi kacau.Contohnya saja adalah jika seorang ayah tidak melakukan tanggung jawabnya mencari nafkah,maka keluarganya akan sengsara. Bagaimanapun juga tanggung jawab menjadi nomor satu di dalam kehidupan seseorang.Dengan kita bertanggung jawab,kita akan dipercaya orang lain,selalu tepat melaksanakan sesuatu,mendapatkan hak dengan wajarnya. Seringkali orang tidak melakukan tanggung jawabnya,mungkin di sebabkan oleh hal hal yang membuat orang itu lebih memilih melakukan hal di luar tanggung jawabnya.Sebagai contohnya,seorang pelajar mempunyai tanggung jawab belajar,sekolah,tapi karena ada game/ajakan teman yang tidak baik untuk bolos sekolah,maka seorang anak itu bisa saja melalaikan tanggung jawabnya untuk bermain/bolos sekolah. Jika kita melalaikan tanggung jawab,maka kualitas dari diri kita mungkin akan rendah.Maka itu,tanggung jawab adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan,karena tanggung jawab menyangkut orang lain dan terlebih diri kita.
2.      Macam-Maam Tanggung Jawab
a.       Tanggung jawab terhadap diri sendiri
Tanggug jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran setiap orang untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi.
b.      Tanggung jawab terhadap keluarga
Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari suami-istri, ayah-ibu dan anak-anak, dan juga orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab ini menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan.
c.       Tanggung jawab terhadap Masyarakat
Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk sosial.
d.      Tanggung jawab kepada Bangsa / Negara
Suatu kenyataan lagi, bahwa tiap manusia, tiap individu adalah warga negara suatu negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat oleh norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara.
e.       Tanggung jawab terhadap Tuhan
Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkan untuk mengisi kehidupannya manusia mempunyai tanggung jawab langsang terhadap Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukuman-hukuman Tuhan yang dituangkan dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam agama.

C.    Kesimpulan
Wewenang Adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang untuk memerintah orang lain berbuat atau tidak berbuat.
Wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah ornag lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, agar tercapai tujuan tertentu.
Tanggung jawab adalah keharusan untuk melakukan semua tugas-tugas (kewajiban) yang dibebankan kepada seseorang, sebagai akibat dari wewenang yang diterimanya atau dimilikinya.

D.    Daftar Pustaka
a.       Hadari Nawawi.. Administrasi Personel untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Jakarta : Masagung, 1992.
b.      Amirullah, Budiyono, Harts. Pengantar Manajemen. Yogyakarta: Graha Ilmu 2004.
c.       Erwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1996.





Guru Yang Ideal Dalam Perspektif Islam


Oleh : Irvanuddin

Disampaikan dalam kegiatan perkuliahan
Mata Kuliah “Profil Tenaga Pendidik”
Tanggal 21 Oktober 2011, Universitas Al-Washliyah (UNIVA) Medan

A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang Masalah
Proses pendidikan di desain sedemikian rupa untuk memudahkan peserta didik memahami pelajaran. Hampir semua dari faktor pendidikan operasionalnya dilaksanakan oleh guru.Sebagai elemen penting dalam lingkup pendidikan, keberhasilan pendidikan tergantung ditangan guru. Di tangan pendidik kurikulum akan hidup dan bermakna sehingga menjadi “makanan” yang mendatangkan selera untuk disantap menjadi peserta didik.
Menurut DN. Madley (1979) “Salah satu proses Asumsi yang melandasi keberhasilan guru dan pendidikan guru adalah penelitian berfokus pada sifat-sifat kepribadian guru.Kepribadian guru yang dapat menjadi suri teladanlah yang menjamin keberhasilannya mendidik anak”.Utamanya dalam pendidikan Islam seorang guru yang memiliki kepribadian baik, patut untuk ditiru peserta didik khususnya dalam menanamkan nilai-nilai Agamis.

2.      Rumusan Dan Batasan Masalah
Pelajaran agama islam diberikan kepada peserta didik untuk dapat menghantarkannya mempunyai sikap akhlakul karimah mampu membedakan benar dan salah, memilih sesuatu yang bermanfaat atau sebaliknya merugikan. Menurut Ajang Lesmana tentang pendidikan dalam islam mengemukakan bahwa : Pendidikan dalam islam berusaha menumbuhkan kembangkan potensi peserta didik agar dalam sikap hidup, tindakan dan pendekatannya terhadap ilmu pengetahuan diwarnai oleh nilai etik religius.
Dalam penulisan makalah ini, kami memberikan batasan antara lain:
1.      Bagaimana kriteria guru dalam islam?
2.      Bagaimana sifat guru yang baik menurut islam?

3.      Tujuan Penulisan
1.      Pemakalah ingin mengetahui kriteria guru yang baik menurut islam.
2.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah “Profil Tenaga Kependidikan”

B.     Pembahasan
1.      Kriteria Guru Yang Baik Dalam Islam
Seorang guru adalah seorang pendidik. Pendidik ialah “orang yang memikul tanggung jawab untuk membimbing”.(Ramayulis,1982:42) Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar itu hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada murid. Prestasi yang tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang pengajar apabila ia berhasil membuat pelajar memahami dan menguasai materi pengajaran yang diajarkan kepadanya. Tetapi seorang pendidik bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pengajaran kepada murid saja tetapi juga membentuk kepribadian seorang anak didik bernilai tinggi. (Ramayulis, 1998:36)
Untuk menjadi seorang pendidik yang baik, Imam Al-Ghazali menetapkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang guru. Tulisan berikut ini merupakan kutipan yang diambil oleh penulis dari buku Abuddin Nata (2000:95-99) ketika menjelaskan kriteria guru yang baik dari kitab Ihyaa Ulumuddin yang merupakan karya monumental Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali. Sengaja kutipan di bawah ini diberi sedikit komentar untuk lebih memperjelas maksud yang hendak disampaikan.
Al-Ghazali berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi tugas mendidik adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya  Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh  dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.

2.      Sifat-Sifat Guru Yang Baik Dalam Islam
Selain sifat-sifat umum yang harus dimiliki guru sebagaimana disebutkan di atas, seorang guru juga harus memiliki sifat-sifat khusus atau tugas-tugas tertentu sebagai berikut :
Pertama, Jika praktek mengajar merupakan keahlian dan profesi dari seorang guru, maka sifat terpenting yang harus dimilikinya adalah rasa kasih sayang. Sifat ini dinilai penting karena akan dapat menimbulkan rasa percaya diri dan rasa tenteram pada diri murid terhadap gurunya. Hal ini pada gilirannya dapat menciptakan situasi yang mendorong murid untuk menguasai ilmu yang diajarkan oleh seorang guru.
Kedua, karena mengajarkan ilmu merupakan kewajiban agama bagi setiap orang alim (berilmu), maka seorang guru tidak boleh menuntut upah atas jerih payahnya mengajarnya itu.Seorang guru harus meniru Rasulullah SAW.yang mengajar ilmu hanya karena Allah, sehingga dengan mengajar itu ia dapat bertaqarrub kepada Allah. Demikian pula seorang guru tidak dibenarkan minta dikasihani oleh muridnya, melainkan sebaliknya ia harus berterima kasih kepada muridnya atau memberi imbalan kepada muridnya apabila ia berhasil membina mental dan jiwa. Murid telah memberi peluang kepada guru untuk dekat pada Allah SWT.Namun hal ini bisa terjadi jika antara guru dan murid berada dalam satu tempat, ilmu yang diajarkan terbatas pada ilmu-ilmu yang sederhana, tanpa memerlukan tempat khusus, sarana dan lain sebagainya. Namun jika guru yang mengajar harus datang dari tempat yang jauh, segala sarana yang mendukung pengajaran harus diberi dengan dana yang besar, serta faktor-faktor lainnya harus diupayakan dengan dana yang tidak sedikit, maka akan sulit dilakukan kegiatan pengajaran apabila gurunya tidak diberikan imbalan kesejahteraan yang memadai.
Ketiga, seorang guru yang baik hendaknya berfungsi juga sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur dan benar di hadapan murid-muridnya.Ia tidak boleh membiarkan muridnya mempelajari pelajaran yang lebih tinggi sebelum menguasai pelajaran yang sebelumnya. Ia juga tidak boleh membiarkan waktu berlalu tanpa peringatan kepada muridnya bahwa tujuan pengajaran itu adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT,.Dan bukan untuk mengejar pangkat, status dan hal-hal yang bersifat keduniaan.Seorang guru tidak boleh tenggelam dalam persaingan, perselisihan dan pertengkaran dengan sesama guru lainnya.
Keempat, dalam kegiatan mengajar seorang guru hendaknya menggunakan cara yang simpatik, halus dan tidak menggunakan kekerasan, cacian, makian dan sebagainya. Dalam hubungan ini seorang guru hendaknya jangan mengekspose atau menyebarluaskan kesalahan muridnya di depan umum, karena cara itu dapat menyebabkan anak murid yang memiliki jiwa yang keras, menentang, membangkang dan memusuhi gurunya. Dan jika keadaan ini terjadi dapat menimbulkan situasi yang tidak mendukung bagi terlaksananya pengajaran yang baik.
Kelima, seorang guru yang baik juga harus tampil sebagai teladan atau panutan yang baik di hadapan murid-muridnya. Dalam hubungan ini seorang guru harus bersikap toleran dan mau menghargai keahlian orang lain. Seorang guru hendaknya tidak mencela ilmu-ilmu yang bukan keahliannnya atau spesialisasinya.Kebiasaan seorang guru yang mencela guru ilmu fiqih dan guru ilmu fiqih mencela guru hadis dan tafsir, adalah guru yang tidak baik. (Al-Ghazali, t.th:50)
Keenam, seorang guru yang baik juga harus memiliki prinsip mengakui adanya perbedaan potensi yang dimiliki murid secara individual dan memperlakukannya sesuai dengan tingkat perbedaan yang dimiliki muridnya itu. Dalam hubungan ini, Al-Ghazali menasehatkan agar guru membatasi diri dalam mengajar sesuai dengan batas kemampuan pemahaman muridnya, dan ia sepantasnya tidak memberikan pelajaran yang tidak dapat dijangkau oleh akal muridnya, karena hal itu dapat menimbulkan rasa antipati atau merusak akal muridnya. (Al-Ghazali, t.th:51)
Ketujuh, seorang guru yang baik menurut Al-Ghazali adalah guru yang di samping memahami perbedaan tingkat kemampuan dan kecerdasan muridnya, juga memahami bakat, tabiat dan kejiawaannya muridnya sesuai dengan tingkat perbedaan usianya.Kepada murid yang kemampuannya kurang, hendaknya seorang guru jangan mengajarkan hal-hal yang rumit sekalipun guru itu menguasainya.Jika hal ini tidak dilakukan oleh guru, maka dapat menimbulkan rasa kurang senang kepada guru, gelisah dan ragu-ragu.
Kedelapan, seorang guru yang baik adalah guru yang berpegang teguh kepada prinsip yang diucapkannya, serta berupaya untuk merealisasikannya sedemikian rupa.Dalam hubungan ini Al-Ghazali mengingatkan agar seorang guru jangan sekali-kali melakukan perbuatan yang bertentangan dengan prinsip yang dikemukakannya. Sebaliknya jika hal itu dilakukan akan menyebabkan seorang guru kehilangan wibawanya. Ia akan menjadi sasaran penghinaan dan ejekan yang pada gilirannya akan menyebabkan ia kehilangan kemampuan dalam mengatur murid-muridnya. Ia tidak akan mampu lagi mengarahkan atau memberi petunjuk kepada murid-muridnya.
Dari delapan sifat guru yang baik sebagaimana dikemukakan di atas, tampak bahwa sebagiannya masih ada yang sejalan dengan tuntutan masyarakat modern. Sifat guru yang mengajarkan pelajaran secara sistematik, yaitu tidak mengajarkan bagian berikutnya sebelum bagian terdahulu dikuasai, memahami tingkat perbedaan usia, kejiwaan dan kemampuan intelektual siswa, bersikap simpatik, tidak menggunakan cara-cara kekerasan, serta menjadi pribadi panutan dan teladan adalah sifat-sifat yang tetap sejalan dengan tuntutan masyarakat modern.

C.    Kesimpulan

Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar itu hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada murid. Prestasi yang tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang pengajar apabila ia berhasil membuat pelajar memahami dan menguasai materi pengajaran yang diajarkan kepadanya. Tetapi seorang pendidik bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pengajaran kepada murid saja tetapi juga membentuk kepribadian seorang anak didik bernilai tinggi.
Al-Ghazali berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi tugas mendidik adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya  Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh  dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.

D.    Daftar Pustaka
1.      Al-Ghazali, Ihyaa Ulumuddin, Beirut : Daar al-Fikr,  Juz I, t. th.
2.      Nata, AbuddinPemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, Cet. I, 2000.
3.      Ramayulis, Didaktik Metodik, Padang : Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol, 1982.
_________, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, Cet. II, 1998.