Tinggalkan Komentar Anda

Terimakasih Sudah Berkunjung Di Kumpulan Makalah Praktis
Mohon Kritik Dan Saran yang Sifatnya Membangun, Untuk Perbaikan Tulisan Kumpulan Makalah Praktis
Cantumkan Link/alamat Web Anda Jika Ingin DiCopas
Berkomentarlah Yang Sopan dan santun
Terimakasih

Rabu, 27 Februari 2013

Otoritas Hadits Sebagai Sumber Ajaran Islam


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Seluruh umat islam, telah sepakat bahwa hadits merupakan salah satu sumber ajaran islam. Keharusan mengikuti hadits bagi umat islam (baik berupa perintah maupun larangan) saran halnya dengan kewajiban mengikuti Al-Qur’an. Hal ini karena hadits merupakan mubayyin (penjelas) terhadap Al-Qur’an, karena itu siapa pun tidak akan bias memahami Al-Qur’an tanpa dengan memahami dan menguasai hadits.
Begitu pula halnya menggunakan hadits tanpa Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an merupakan dasar hukum pertama, yang didalamnya berisi garis besar syariat. Dengan demikian, antara hadits dengan Al-Qur’an memiliki kaitan sangat erat, untuk memahami dan mengamalkannya tidak bias dipisah-pisahkan atau berjalan sendiri-sendiri.

B.     Rumusan Dan Batasan Masalah
Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tetang kewajiban seseorang untuk tetap teguh beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Iman kepada Rasul SAW sebagai utusan Allah SWT, merupakan satu keharusan dan sekaligus kebutuhan setiap individu. Dengan demikian, Allah akan memperkokoh dan memperbaiki keadaan mereka.
Selain berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an, kedudukan hadits juga dapat dilihat melalui hadits-hadits Rasul sendiri. Banyaknya hadits yang menggambarkan hal ini dan menujukkan perlunya ketaatan kepada perintahnya. Dalam salah satu pesannya, berkenan dengan keharusan menjadikan hadits sebagai pedoman hidup disamping Al-Qur’an. 
Adapun batasan permasalahan penulisan makalah ini antara lain:
Ø  Dalil kehujjahan Hadits
Ø  Perdebatan tentang kehujjahan hadits
Ø  Hubungan dan fungsi hadits terhadap Al-Qur’an

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini antara lain:
Ø  Untuk mengetahui lebih dalam tentang dalil-dalil kehujjahan hadits.
Ø  Agar lebih faham tentang kehujjahan hadits sebagai sumber ajaran islam.
Ø  Agar mengetahui hubungan antara Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Ø  Untuk memenuhi tugas mata kuliah “Study Hadits”.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Dalil Kehujjahan Hadits
Ada beberapa dalil yang menunjukan atas kehujjahan hadist dijadikan sebagai sumber hukum Islam, yaitu sebagai berikut:
1.      Dalil Al-Qur’an
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang yang memerintahkan untuk patuh kepada rasul dan mengikuti sunnahnya. Perintah patuh kepada rasul berarti perintah mengikuti sunnah sebagai hujjah[1], diantaranya adalah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا (59)
Artinya “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS An-Nisa : 59)
وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ وَكَانَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكَ عَظِيمًا
Artinya “Dan (juga karena) Allah Telah menurunkan Kitab dan Hikmah kepadamu (Muhammad), dan Telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu”. (QS. An-Nisa: 113).
Beberapa ayat diatas menunjukan bahwa kita diperintahkan untuk ta’at kepada Allah dan mengikuti Rasulnya. Manusia tidak mungkin bisa mengikuti jejak Rasul tanpa mengetahui sunnahnya.
Imam al-Syafi’I berkomentar perihal ayat yang terakhir ini dengan mengatakan:
“Allah swt menyebutkan al-Kitab yaitu al-Qur’an dan juga Sunnah (Hadis). Aku teelah mendengar ahli ilmu al-Qur’an mengataka: Hikmah adalah Sunnah Rasulullah SAWKarena al-Qur’an disebutkan dan dibarengi dengan kata Hikmah. Allah swt. Menyebutkan anudrah-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya dengan mengajari mereka al-Kitab dan Hikmah, maka tidak boleh –Wallahu a’lam- ditafsiri maksud Hikmah disini kecuali Sunnah Rasulullah saw”.
2.      Dalil Al-Hadits
Hadits yang dijadikan sebagai hujjah juga sangat banyak sekali, diantaranya adalah sebagai berikut:
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
Artinya “Setiap umatku akan masuk surga, kecuali mereka yang enggan dan tidak mau”. Para Sahabat kemudian bertanya (keheranan); ‘Siapakah yang tidak mau memasukinya itu wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: “orang yang mentaatiku akan masuk surga dan orang yang mendurhakaiku (melangkar ketentuanku) berarti dia enggan dan tidak mau”. (HR. Bukhori).
Aku tinggalkan pada kalain dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Alllah dan sunnahku.”       (HR. Al-Hakim dan Malik).
Saat Rasulullah SAW hendak mengutus Mu’az bin jabal untuk menjadi penguasa di Yaman, terlebih dahulu dia diajak dialog oleh Rasulullah SAW:
Rasull bertanya: “Bagaimana kamu menetapkan hukum bila dihadapkan kepadamu sesuatu yang memerlukan penetapan hukum?” Mu’az menjawab: “Saya akan menetapkan dengan kitab Allah SWT,” lalu Rasull bertanya:  “Seandainya kamu tidak mendapatkanya dalam kitab Allah?” Mu’az menjawab: “Dengan sunnah Rasulullah, Rasull bertanya lagi: “Seandainya kamu tidak mendapatkanya dalam kitab Allah juga dalam sunnah Rasulullah? Mu’az menjawab: “Saya akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri.” Maka Rasulullah menepuk-nepuk belakang Mu’az seraya mengatakan “Segala puji bagi Allah yang telah menyelaraskan urusan seorang Rasull dengan sesuatu yang Rasull kehendaki.”. (HR. Abu Daud dan Al-Tarmidzi).
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
Artinya “Aku telah meninggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat untuk (selamanya) selama kalian berpegangteguh kepada keduanya yaitu Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”.(HR. Malik ibn Anas).
Hadist-hadist diatas menjelaskan kepada kita bahwa seseorang tidak akan tersesat selamanya apabila hidupnya berpegang teguh atau berpedoman pada Al-Qur’an dan Al-Hadist. Orang yang tidak berpegang teguh akan keduanya berarti tergolong kepada orang yang sesat. Nabi tidak pernah memerintahkan kecuali dengan diperintah Allah, dan siapa yang taat kepada Nabi berarti ia taat kepada zat yang memerintahkan kepadanya untuk melaksanakan perintah itu.

B.     Perdebatan Tentang Kehujjahan Hadits
1.      Gerakan Ingkar Sunnah
Dewasa ini banyak orang atau golongan yang bermunculan yang berupaya mendasari sumber ajaran Islam itu semata-mata hanya kepada Al-qur’an. Sedangkan untuk sunnah/ hadist mereka tidak menempatkanya sebagai sumber ajaran agama Islam. Karena menurut mereka sunnah baru ada setelah 200 tahun sesudah Nabi wafat.
Orang-orang atau golongan ini terkenal dengan istilah ingkar sunnah, yaitu suatu paham yang timbul dari sebagian kecil kaum muslimin[2]. Secara umum mereka melakukan ini hanya untuk mencari kepopuleran dalam masyarakat Islam.
Aliran-aliran ingkar sunnah dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, yaitu:
a.       Ingkar sunnah mutlaq, yaitu mengingkari sunnah secara seluruhnya.
b.      Ingkar sunnah Ba’dh As-sunnah, yaitu mengingkari sebagian dari sunnah.
c.       Ingkar sunnah Bigharit Tariqi, yaitu mengingkari sunnah yang sanadnya tidak memenuhi dengan syarat-syarat yang mereka gariskan.
Pada umumnya alasan-alasan para pengingkar sunnah adalah sebagai berikut:
a.       Menurut mereka, tugas Rasul adalah menyampaikan isi kandungan Al-qur’an/ wahyu dari Allah SWT yang telah diturunkan kepadanya, bukan menerangkan ayat-ayat Al-qur’an yang akan menimbulkan hukum-hukum baru.
b.      Menurut mereka Al-qur’an adalah firman yang telah lengkap isinya dan tidak diragukan lagi kandunganya, yang juga terdapat keterangan ayat yang kurang jelas, maka tidak dibutuhkan lagi sunnah untuk memperjelasnya.
Ditambah lagi, mereka menjadikan ayat-ayat berikut sebagai alasan keingkaran terhadap sunnah:
a.       “..............Allah telah membuat suatu janji yang benar. Dan siapakah yang lebih benar perkataannya dari pada Allah ?” (QS. An-Nisa’: 122).
b.      “...............Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab[472], kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”(QS. Al-A’am: 38).
c.       “...................Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl: 89)
Dr. Ahmad Zaki dalam bukunya “Tsaurah Al Islam” mengatakan bahwa, hadist itu adalah suatu kedustaan, terutama bagi perawi-perawinya. Karena hadist itu adalah hal yang dibuat-buat oleh manusia setelah 200 tahun kematian Nabi.
Ahmad Dien adalah seorang guru disekolah Islam Amritsan, dia memiliki pemikiran yang sangat cemerlang dalam mengkaji agama. Namun, ia hanya merujuk pada Al-qur’an semata sebagai satu-satunya dasar  ajaran agama Islam. Baginya hadist bukanlah hujjah dalam agama, karna itu umat tidak boleh berpegang pada sunnah sebagai sumber ajaran agama Islam.
Sedangkan menurut Ahmad khan, salah satu ahli Qur’an, menyatakan bahwa para ulama sangat ceroboh dan salah dalam penyaringan terhadap sanad dan matan hadist. Hadist yang dapat dijadikan sebagi hujjah adalah hadist yang diriwayatkan secara mutawatir, yang harus ada kesaksian bahwa kata-kata dalam riwayat yang mengandung kebenaran dan kepastian dari Rasull. Selain hadist yang dapat memenuhi syarat tersebut tidak dapat dijadikan sebagai hujjah.
2.      Pembelaan Terhadap Sunnah Sebagai Sumber Ajaran Islam
Menurut Imam malik ibn Anas, Al-qur’an itu adalah pokok hukum syari’at, pegangan umat Islam yang secara rinci menerima penjelasan dari sunnah. Al-qur’an menjelaskan syar’i secara kulit, sedangkan sunnah menjelaskan hukum-hukumnya secara terperinci[3]. Kita memerlukan sunnah bukan karena dia adalah sebagi sumber hukum kedua, tapi karena dia menafsirkan ayat-ayat Al-qur’an yang mujmal.
Imam Syafi’i memandang Al-qur’an dan sunnah berada dalam satu martabat, bahkan baginya hanya keduanyalah yang menjadi sumber hukum Islam. Ia dengan tegas membantah kaum khawarij yang menolak kehujjahan sunnah. Sedangkan pandanganya terhadap hadist ahad, ia menyatakan bahwa hadist ini tidak bisa dijadikan hujjah.
Menurut Imam Hambali, barang siapa menolak hadist maka ia itu telah berada diatas jurang kehancuran. Ia mengatakan lagi bahwa:
a.       Rasulullah SAW adalah penafsir Al-qur’an, tidak boleh seorangpun menafsirkan Al-qur’an tanpa sunnah rasulullah SAW.
b.      Tafsir sahabat harus kita terima dalam menafsirkan Al-quran apabila tidak menemukan dalam sunnah, karena sahabat lebih memahami sunnah Nabi terutama tentang nuzulul Qur’an dan penjelasanya.

C.    Hubungan Dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Al-qur’an dan hadist sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam Islam, antara yang satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan. Al-qur’an sebagai sumber ajaran utama yang memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum. Oleh karena itu, kehadiran hadist sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan (bayan) keumuman isi Al-qur’an tersebut. Sesuai firman Allah SWT:
Artinya: “Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”(QS. An-Nahl:44)
Allah SWT menurunkan Al-qur’an agar dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul di perintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajaranya kepada mereka melalui hadis-hadisnya.
Penjelasan atau bayan tersebut dalam pandangan sekian banyak ulama beraneka ragam, diantaranya:
Abdul Halim Mahmud, mantan Syaikh Al-Azhar, dalam bukunya Al-Sunnah Fi Makanatiha Wa Fi Tarikhiha menulis bahwa sunnah mempunyai fungsi yang berhubungan dengan Al-Qur’an dan fungsi sehubungan dengan pembinaan hukum syara’. Abdul Halim Mahmud menegaskan bahwa, dalam kaitannya dengan Al-Qur’an, ada dua fungsi Al-Sunnah yang tidak di perselisihkan, yaitu sebagai bayan Ta’kid dan bayan Tafsir.
Imam malik bin Annas, menyebutkan ada lima macam fungsi hadist terhadapm Al-qur’an, yaitu: Bayan Al-Taqrir, Bayan Al-Tafsir, Bayan Al-Tafshil, Bayan Al-Ba’ts, Bayan Al-Tasyri’. Sedangkan imam Syafi’i menyebutkan ada lima fungsi yaitu: Bayan Al-Tafshil, Bayan At-Takhshish, Bayan Al-Ta’yin, Bayan Al-Tasyri’, Bayan Al-Nasakh.
1.      Bayan Al-Taqrir.
Yang dimaksud dengan bayan ini adalah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan dalam Al-qur’an. Fungsi hadis dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan Al-qur’an. Contoh :
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah.” (HR. Muslim)
Hadist ini mentaqrirkan surah Al-baqarah: 185
Artinya: “..................... Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu,...................” (QS. Al-Baqarah:185).
2.      Bayan Al-Tafsir.
Yang dimagsud bayan al-Tafsir adalah hadist berfungsi untuk memberi penjelasan secara rinci terhadap ayat-ayat Al-qur’an yang masih bersifat global (mujmal), memberikan batasan(taqyid) ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat mutlak, dan mengkhususkan(takhsish) ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat umum.
a.       Menjelaskan secara rinci terhadap ayat Al-qur’an:
“Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat” (HR. Bukhari)
Hadist ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam Al-qur’an tidak menjelaskan secara rinci tentang mendirikan shalat. Salah satu ayat yang memerintahkan shalat adalah:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.”(Al-Baqarah:43)
b.      Memberi batasan terhadap ayat Al-qur’an:
“Rasulullah SAW didatangi seseorang dengan membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri dari pergelangan tangan.”
Hadist ini menberi batasan terhadap ayat:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”        (QS. Al-Maidah:38)
c.       Mengkhususkan keumuman ayat Al-qur’an:
“Kami  kelompok para nabi tidak meninggalkan harta waris, apa yang kami tinggalkan adalah sebagai sedekah.
Hadits ini mengkhususkan Ayat:
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan ..................” (QS. An-Nisa’: 11)

BAB III
PENUTUP
Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban seseorang untuk tetap teguh beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Iman kepada Rasul SAW sebagai utusan Allah SWT, merupakan satu keharusan dan sekaligus kebutuhan setiap individu. Dengan demikian, Allah akan memperkokoh dan memperbaiki keadaan mereka.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا (59)
Artinya “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS An-Nisa : 59).
Al-qur’an dan hadist sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam Islam, antara yang satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan. Al-qur’an sebagai sumber ajaran utama yang memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum. Oleh karena itu, kehadiran hadist sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan (bayan) keumuman isi Al-qur’an tersebut.
Allah SWT menurunkan Al-qur’an agar dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul di perintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan ajaranya kepada mereka melalui hadis-hadisnya.

DAFTAR PUSTAKA
Ø  Suparta Munzier, Ilmu Hadis, Edisi Pertama, Cetakan Ketiga, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
Ø  Majid Khon Abdul, Ulumu HadisEdisi Pertama, Cetakan Pertama, Jakarta: PT Amzah, 2008.
Ø  Djunied Daniel, Paradigma Baru Studi Ilmu Hadis: Rekontruksi Fiqh Al-Hadits,Cetakan Pertama, Banda Aceh: PT Citra Karya, 2002.
Ø  Ali Mustofa Yaqub, “Imam Bukhari dan Metodologi Kritik Hadis Dalam Ilmu Hadits”, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996 .





[1]               Suparta Munzier, Ilmu Hadis, Edisi Pertama, Cetakan Ketiga, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002. Hal 25.
[2]               Majid Khon Abdul, Ulumu HadisEdisi Pertama, Cetakan Pertama. Jakarta: PT Amzah, 2008. Hal 45.
[3]               Djunied Daniel,  Paradigma Baru Studi Ilmu Hadis: Rekontruksi Fiqh Al-Hadits,Banda Aceh: PT Citra Karya, Banda Aceh.2002. Hal 27.