Tinggalkan Komentar Anda

Terimakasih Sudah Berkunjung Di Kumpulan Makalah Praktis
Mohon Kritik Dan Saran yang Sifatnya Membangun, Untuk Perbaikan Tulisan Kumpulan Makalah Praktis
Cantumkan Link/alamat Web Anda Jika Ingin DiCopas
Berkomentarlah Yang Sopan dan santun
Terimakasih

Selasa, 27 Maret 2012

Guru Yang Ideal Dalam Perspektif Islam


Oleh : Irvanuddin

Disampaikan dalam kegiatan perkuliahan
Mata Kuliah “Profil Tenaga Pendidik”
Tanggal 21 Oktober 2011, Universitas Al-Washliyah (UNIVA) Medan

A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang Masalah
Proses pendidikan di desain sedemikian rupa untuk memudahkan peserta didik memahami pelajaran. Hampir semua dari faktor pendidikan operasionalnya dilaksanakan oleh guru.Sebagai elemen penting dalam lingkup pendidikan, keberhasilan pendidikan tergantung ditangan guru. Di tangan pendidik kurikulum akan hidup dan bermakna sehingga menjadi “makanan” yang mendatangkan selera untuk disantap menjadi peserta didik.
Menurut DN. Madley (1979) “Salah satu proses Asumsi yang melandasi keberhasilan guru dan pendidikan guru adalah penelitian berfokus pada sifat-sifat kepribadian guru.Kepribadian guru yang dapat menjadi suri teladanlah yang menjamin keberhasilannya mendidik anak”.Utamanya dalam pendidikan Islam seorang guru yang memiliki kepribadian baik, patut untuk ditiru peserta didik khususnya dalam menanamkan nilai-nilai Agamis.

2.      Rumusan Dan Batasan Masalah
Pelajaran agama islam diberikan kepada peserta didik untuk dapat menghantarkannya mempunyai sikap akhlakul karimah mampu membedakan benar dan salah, memilih sesuatu yang bermanfaat atau sebaliknya merugikan. Menurut Ajang Lesmana tentang pendidikan dalam islam mengemukakan bahwa : Pendidikan dalam islam berusaha menumbuhkan kembangkan potensi peserta didik agar dalam sikap hidup, tindakan dan pendekatannya terhadap ilmu pengetahuan diwarnai oleh nilai etik religius.
Dalam penulisan makalah ini, kami memberikan batasan antara lain:
1.      Bagaimana kriteria guru dalam islam?
2.      Bagaimana sifat guru yang baik menurut islam?

3.      Tujuan Penulisan
1.      Pemakalah ingin mengetahui kriteria guru yang baik menurut islam.
2.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah “Profil Tenaga Kependidikan”

B.     Pembahasan
1.      Kriteria Guru Yang Baik Dalam Islam
Seorang guru adalah seorang pendidik. Pendidik ialah “orang yang memikul tanggung jawab untuk membimbing”.(Ramayulis,1982:42) Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar itu hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada murid. Prestasi yang tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang pengajar apabila ia berhasil membuat pelajar memahami dan menguasai materi pengajaran yang diajarkan kepadanya. Tetapi seorang pendidik bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pengajaran kepada murid saja tetapi juga membentuk kepribadian seorang anak didik bernilai tinggi. (Ramayulis, 1998:36)
Untuk menjadi seorang pendidik yang baik, Imam Al-Ghazali menetapkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang guru. Tulisan berikut ini merupakan kutipan yang diambil oleh penulis dari buku Abuddin Nata (2000:95-99) ketika menjelaskan kriteria guru yang baik dari kitab Ihyaa Ulumuddin yang merupakan karya monumental Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali. Sengaja kutipan di bawah ini diberi sedikit komentar untuk lebih memperjelas maksud yang hendak disampaikan.
Al-Ghazali berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi tugas mendidik adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya  Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh  dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.

2.      Sifat-Sifat Guru Yang Baik Dalam Islam
Selain sifat-sifat umum yang harus dimiliki guru sebagaimana disebutkan di atas, seorang guru juga harus memiliki sifat-sifat khusus atau tugas-tugas tertentu sebagai berikut :
Pertama, Jika praktek mengajar merupakan keahlian dan profesi dari seorang guru, maka sifat terpenting yang harus dimilikinya adalah rasa kasih sayang. Sifat ini dinilai penting karena akan dapat menimbulkan rasa percaya diri dan rasa tenteram pada diri murid terhadap gurunya. Hal ini pada gilirannya dapat menciptakan situasi yang mendorong murid untuk menguasai ilmu yang diajarkan oleh seorang guru.
Kedua, karena mengajarkan ilmu merupakan kewajiban agama bagi setiap orang alim (berilmu), maka seorang guru tidak boleh menuntut upah atas jerih payahnya mengajarnya itu.Seorang guru harus meniru Rasulullah SAW.yang mengajar ilmu hanya karena Allah, sehingga dengan mengajar itu ia dapat bertaqarrub kepada Allah. Demikian pula seorang guru tidak dibenarkan minta dikasihani oleh muridnya, melainkan sebaliknya ia harus berterima kasih kepada muridnya atau memberi imbalan kepada muridnya apabila ia berhasil membina mental dan jiwa. Murid telah memberi peluang kepada guru untuk dekat pada Allah SWT.Namun hal ini bisa terjadi jika antara guru dan murid berada dalam satu tempat, ilmu yang diajarkan terbatas pada ilmu-ilmu yang sederhana, tanpa memerlukan tempat khusus, sarana dan lain sebagainya. Namun jika guru yang mengajar harus datang dari tempat yang jauh, segala sarana yang mendukung pengajaran harus diberi dengan dana yang besar, serta faktor-faktor lainnya harus diupayakan dengan dana yang tidak sedikit, maka akan sulit dilakukan kegiatan pengajaran apabila gurunya tidak diberikan imbalan kesejahteraan yang memadai.
Ketiga, seorang guru yang baik hendaknya berfungsi juga sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur dan benar di hadapan murid-muridnya.Ia tidak boleh membiarkan muridnya mempelajari pelajaran yang lebih tinggi sebelum menguasai pelajaran yang sebelumnya. Ia juga tidak boleh membiarkan waktu berlalu tanpa peringatan kepada muridnya bahwa tujuan pengajaran itu adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT,.Dan bukan untuk mengejar pangkat, status dan hal-hal yang bersifat keduniaan.Seorang guru tidak boleh tenggelam dalam persaingan, perselisihan dan pertengkaran dengan sesama guru lainnya.
Keempat, dalam kegiatan mengajar seorang guru hendaknya menggunakan cara yang simpatik, halus dan tidak menggunakan kekerasan, cacian, makian dan sebagainya. Dalam hubungan ini seorang guru hendaknya jangan mengekspose atau menyebarluaskan kesalahan muridnya di depan umum, karena cara itu dapat menyebabkan anak murid yang memiliki jiwa yang keras, menentang, membangkang dan memusuhi gurunya. Dan jika keadaan ini terjadi dapat menimbulkan situasi yang tidak mendukung bagi terlaksananya pengajaran yang baik.
Kelima, seorang guru yang baik juga harus tampil sebagai teladan atau panutan yang baik di hadapan murid-muridnya. Dalam hubungan ini seorang guru harus bersikap toleran dan mau menghargai keahlian orang lain. Seorang guru hendaknya tidak mencela ilmu-ilmu yang bukan keahliannnya atau spesialisasinya.Kebiasaan seorang guru yang mencela guru ilmu fiqih dan guru ilmu fiqih mencela guru hadis dan tafsir, adalah guru yang tidak baik. (Al-Ghazali, t.th:50)
Keenam, seorang guru yang baik juga harus memiliki prinsip mengakui adanya perbedaan potensi yang dimiliki murid secara individual dan memperlakukannya sesuai dengan tingkat perbedaan yang dimiliki muridnya itu. Dalam hubungan ini, Al-Ghazali menasehatkan agar guru membatasi diri dalam mengajar sesuai dengan batas kemampuan pemahaman muridnya, dan ia sepantasnya tidak memberikan pelajaran yang tidak dapat dijangkau oleh akal muridnya, karena hal itu dapat menimbulkan rasa antipati atau merusak akal muridnya. (Al-Ghazali, t.th:51)
Ketujuh, seorang guru yang baik menurut Al-Ghazali adalah guru yang di samping memahami perbedaan tingkat kemampuan dan kecerdasan muridnya, juga memahami bakat, tabiat dan kejiawaannya muridnya sesuai dengan tingkat perbedaan usianya.Kepada murid yang kemampuannya kurang, hendaknya seorang guru jangan mengajarkan hal-hal yang rumit sekalipun guru itu menguasainya.Jika hal ini tidak dilakukan oleh guru, maka dapat menimbulkan rasa kurang senang kepada guru, gelisah dan ragu-ragu.
Kedelapan, seorang guru yang baik adalah guru yang berpegang teguh kepada prinsip yang diucapkannya, serta berupaya untuk merealisasikannya sedemikian rupa.Dalam hubungan ini Al-Ghazali mengingatkan agar seorang guru jangan sekali-kali melakukan perbuatan yang bertentangan dengan prinsip yang dikemukakannya. Sebaliknya jika hal itu dilakukan akan menyebabkan seorang guru kehilangan wibawanya. Ia akan menjadi sasaran penghinaan dan ejekan yang pada gilirannya akan menyebabkan ia kehilangan kemampuan dalam mengatur murid-muridnya. Ia tidak akan mampu lagi mengarahkan atau memberi petunjuk kepada murid-muridnya.
Dari delapan sifat guru yang baik sebagaimana dikemukakan di atas, tampak bahwa sebagiannya masih ada yang sejalan dengan tuntutan masyarakat modern. Sifat guru yang mengajarkan pelajaran secara sistematik, yaitu tidak mengajarkan bagian berikutnya sebelum bagian terdahulu dikuasai, memahami tingkat perbedaan usia, kejiwaan dan kemampuan intelektual siswa, bersikap simpatik, tidak menggunakan cara-cara kekerasan, serta menjadi pribadi panutan dan teladan adalah sifat-sifat yang tetap sejalan dengan tuntutan masyarakat modern.

C.    Kesimpulan

Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar itu hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada murid. Prestasi yang tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang pengajar apabila ia berhasil membuat pelajar memahami dan menguasai materi pengajaran yang diajarkan kepadanya. Tetapi seorang pendidik bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pengajaran kepada murid saja tetapi juga membentuk kepribadian seorang anak didik bernilai tinggi.
Al-Ghazali berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi tugas mendidik adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya  Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh  dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.

D.    Daftar Pustaka
1.      Al-Ghazali, Ihyaa Ulumuddin, Beirut : Daar al-Fikr,  Juz I, t. th.
2.      Nata, AbuddinPemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, Cet. I, 2000.
3.      Ramayulis, Didaktik Metodik, Padang : Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol, 1982.
_________, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, Cet. II, 1998.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar