I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Program bayi tabung dari satu
sisi memang cukup membantu pasangan suami isteri (pasutri) yang mengalami
gangguan kesuburan dan ingin mendapatkan keturunan. Namun di
sisi yang lain, hukum bayi tabung
akhirnya menuai pro dan kontra dari sejumlah pihak. Khususnya reaksi dari
para alim ulama yang mempertanyakan keabsahan hukum bayi tabung
jika dinilai dari sudut agama.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan fatwa MUI, hukum bayi tabung sah
(diperbolehkan) dengan syarat sperma dan ovum yang digunakan berasal dari
pasutri yang sah. Sebab hal itu termasuk dalam ranah ikhtiar (usaha) yang
berdasarkan kaidah-kaidah agama.
C.
Batasan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, pemakalah
membatasi permasalahan-permasalahan yang akan dibahas yakni:
1.
Apa pangertian
bayi tabung.
2.
Sejarah bayi
tabung.
3.
Dasar hukum
bayi tabung.
4.
Bayi tabung
menurut islam.
D.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1.
Pemakalah
ingin mengetahui lebih dalam mengenai pembahasan bayi tabung.
2.
Pemakalah
ingin membedah, bagaimana dasar hokum islam mengenai bayi tabung.
3.
Untuk
melengkapi tugas mata kuliah “Masailul Fiqhiyah”.
II.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bayi Tabung (Inseminasi Buatan)
Bayi tabung adalah istilah awamnya, sedangkan
dalam kedokteran dikenal dengan istilah “artificial insemination” atau
inseminasi (pembuahan) buatan. Mengenai pengertian dan macamnya maka lumayan
beragam, ada GIFT (Gamete intrafallopian Transfer), IVF (in Vitro
fertilization), ZIFT (Zygote Intrafallopian Transfer), ICSI (Intracytoplasmic
Sperm Injection).
Ringkasnya, bayi tabung intinya usaha
mempertemukan sperma dan sel telur, sehingga terjadi pembuahan, baik itu di
lakukan diluar rahim (disebut Inseminasi Ekternal)
atau di dalam lahir (disebut Inseminasi Internal).
Bayi tabung
adalah upaya jalan pintas untuk mempertemukan sel sperma dan sel telur diluar
tubuh (in vitro fertilization). Setelah terjadi konsepsi hasil tersebut dimasukkan
kembali ke dalam rahim ibu atau embrio transfer sehingga dapat tumbuh menjadi
janin sebagaimana layaknya kehamilan biasa.
Bayi
tabung merupakan bayi dari hasil pembuahan di tabung. Tetapi bayi tabung itu
sebenarnya adalah proses pembuahan sel telur dan sperma di luar tubuh wanita, dalam istilah
in vitro vertilization ( IVF ). In vitro adalah bahasa latin yang berarti
dalam gelas/tabung gelas dan vertilization adalah bahasa inggrisnya pembuahan. Dalam proses bayi tabung atau IVF, sel
telur yang matang diambil dari induk telur lalui dibuahi dengan sperma di dalam
sebuah medium cairan. Setelah berhasil, embiro kecil yang terjadi dimasukan ke
dalam rahim dengan harapan dapat berkembang menjadi bayi.
Status bayi
tabung ada 3 macam :
- Inseminasi buatan dengan sperma
suami.
- Inseminasi buatan dengan sperma
donor.
- Inseminasi buatan dengan model
titipan.
Beberapa
Negara memperbolehkan donor sperma bukan suami, dan diakui secara legal.
Kerahasiaan identitas donor yang bukan suami senantiasa dijaga, untuk
menghindarkan masalah dikemudian hari.
B. Sejarah Bayi Tabung
Inggris merupakan negara yang menjadi tonggak
awal sejarah bayi tabung di dunia . Di sanalah sejumlah dokter untuk pertama
kalinya menggagas pelaksanaan program bayi tabung. Bayi tabung pertama yang
berhasil dilahirkan dari program tersebut adalah Louise Brown yang lahir pada
tahun 1978.
Sejarah bayi tabung ini berawal dari upaya untuk
mendapatkan keturunan bagi pasangan suami isteri yang mengalami gangguan
kesuburan. Sebelum program bayi tabung ditemukan, inseminasi buatan dikenal
sebagai metode untuk menyelesaikan masalah tersebut. Inseminasi buatan dilakukan
dengan menyemprotkan sejumlah cairan semen suami ke dalam rahim isteri dengan
menggunakan bantuan alat suntik. Dengan cara ini sperma diharapkan mudah
bertemu dengan sel telur. Sayangnya, tingkat keberhasilan metode inseminasi
buatan hanya sebesar 15%.
Kesuksesan perdana program bayi tabung yang
dilakukan secara konvensional/In Vitro Fertilization (IVF) dengan lahirnya
Louise Brown membuat program ini semakin diminati oleh negara-negara di dunia.
Di Indonesia, sejarah bayi tabung yang pertama dilakukan di RSAB Harapan Kita,
Jakarta, pada tahun 1987. Program bayi tabung tersebut akhirnya melahirkan bayi
tabung pertama di Indonesia, yakni Nugroho Karyanto pada tahun 1988. Baru
setelah itu mulai banyak bermunculan kelahiran bayi tabung di Indonesia. Bahkan
jumlahnya sudah mencapai 300 anak.
Kesuksesan program bayi tabung tidak begitu
saja memuaskan dunia kedokteran. Upaya untuk mengukir tinta emas sejarah bayi
tabung terus berlanjut. Jika selama ini masyarakat hanya mengenal satu teknik proses bayi tabung secara IVF, maka sekarang telah
muncul bermacam-macam bayi tabung dengan menggunakan teknik baru yang semakin
canggih daripada teknik sebelumnya. Di antaranya adalah Partial Zone Dessection
(PZD) dan Subzonal Sperm Intersection (SUZI). Teknik PZD dilakukan dengan
menyemprotkan sperma ke sel telur dengan membuat celah pada dinding sel telur
terlebih dulu agar memudahkan kontak antara sperma dengan sel telur. Sedangkan
pada teknik SUZI, sperma disuntikkan secara langsung ke dalam sel telur. Hanya
saja dari sisi keberhasilan, kedua teknik ini dianggap masih belum memuaskan.
Macam-macam bayi tabung selanjutnya adalah
dengan menggunakan teknik Intra Cytoplasmic Sperm Injection (ICSI). Teknik ini
sangat sesuai jika diterapkan pada kasus sperma yang mutu dan jumlahnya sangat
minim. Jika pada teknik IVF konvensional membutuhkan 50 ribu-100 ribu sperma
untuk membuahi sel telur, maka pada teknik ICSI hanya membutuhkan satu sperma
dengan kualitas bagus. Dengan bantuan pipet khusus, sperma kemudian disuntikkan
ke dalam sel telur. Langkah selanjutnya juga serupa dengan teknik IVF
konvensional.
Menurut dr. Subyanto DSOG dan dr. Muchsin
Jaffar DSPK, tim unit infertilitas Melati, RSAB Harapan kita, di Indonesia
program bayi tabung dengan menggunakan teknik ICSI sudah mulai dilakukan sejak
tahun 1995. Dengan pemakaian teknik tersebut, keberhasilan bayi tabung bisa
mencapai 30%-40%.
Sejarah bayi tabung nampaknya tidak akan berhenti sampai di sini. Dunia kedokteran
akan terus berusaha mengembangkan berbagai penelitian hingga didapatkan teknik
bayi tabung yang bisa memberikan tingkat keberhasilan yang paling memuaskan.
C. Dasar Hukum Pelaksanaan Bayi Tabung Di
Indonesia
Dasar hukum
pelaksanaan bayi tabung di Indonesia adalah Undang-Undang Kesehatan No. 23
Tahun 1992.
- Pasal 16 ayat 1 Kehamilan
diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu
suami istri mendapatkan keturunan.
- Upaya kehamilan diluar cara
alami sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan oleh
pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan :
3. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang
bersangkutan, ditanamkan dalam rahim istri darimana ovum berasal.
4. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu.
5. Pada sarana kesehatan tertentu. Pelaksanaan upaya
kehamilan diluar cara alami harus dilakukan sesuai norma hukum, norma
kesusilaan, dan norma kesopanan. Sarana kesehatan tertentu adalah sarana
kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang telah memenuhi persyaratan
untuk penyelenggaraan upaya kehamilan diluar cara alami dan ditunjuk oleh
pemerintah.
Ketentuan
mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan diluar cara alami sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Penjelasan
dari Pasal 16 tersebut jika secara medis dapat dibuktikan bahwa pasangan suami
istri yang sah benar-benar tidak dapat memperoleh keturunan secara alami,
pasangan suami istri tersebut dapat melakukan kehamilan diluar cara alami
sebagai upaya terakhir melalui ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran.
Pelaksanaan upaya kehamilan diluar cara alami harus dilakukan sesuai dengan
norma hokum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan.
Apabila dokter
melakukan inseminasi buatan dengan donor bukan suami adalah tindak pidana
kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara atau denda.
Sarana
kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan
yang telah memenuhi persyaratan untuk penyelenggaraan upaya kehamilan diluar
cara alami dan ditunjuk oleh pemerintah.
Status anak
yang dilahirkan tidak dalam ikatan perkawinan adalah anak diluar nikah. Anak
diluar nikah hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibu dan keluarga ibu.
Sedangkan anak yang lahir dari sewa rahim, terdapat 2 keadaan sebagai berikut :
- Ovum dari pemesan, sperma dari
pemesan.
- Ovum pemesan, sperma suami.
Apabila sperma
dari pemesan disebut Surrogate Mother. Setelah anak dilahirkan maka anak adalah
anak sah si ibu dan suaminya. Peralihan status anak dengan adopsi.
D. Bayi Tabung Menurut Hukum Islam
Fatwa Majelis
Ulama Indonesia tentang bayi tabung/inseminasi buatan. Dewan Pimpinan Majelis
Ulama Indonesia memutuskan :
1. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami
isteri yang sah hukumnya mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar
berdasarkan kaidah-kaidah agama.
2. Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan
rahim isteri yang lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri
pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan
menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan
(khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu
yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
3. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang
telah meninggal dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab
hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan
penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
4. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain
pasangan suami isteri yang sah hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan
hubungan kelamin antar lawan jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan
berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya
perbuatan zina.
Rasyid Ridha, pengarang Tafsir Al-Manar berpendapat bahwa yang tidak jelas
halal/haramnya berdasarkan nash Al-Qur’an itu ada dua macam:
a. Semua jenis hewan yang baik, bersih dan enak/lezat (thayyib)
adalah halal.
b. Semua hewan yang jelek, kotor dan menjijikan adalah haram. Namun kriteria
baik, bersih, enak, menarik atau kotor, jelek dan menjijikan tidak ada
kesepakatan ulama di dalamnya. Apakah tergantung selera dan watak masing-masing
orang atau menurut ukuran yang umum.
Mengembangbiakkan dan pembibitan semua jenis hewan yang halal
diperbolehkan oleh Islam, baik dengan jalan inseminasi alami (natural insemination) maupun inseminasi buatan
(artificial insemination). Dasar hukum pembolehan inseminasi buatan ialah:
a. Qiyas (analogi) dengan kasus penyerbukan kurma. Setelah Nabi Saw
hijrah ke Madinah, beliau melihat penduduk Madinah melakukan pembuahan buatan
(penyilangan/perkawinan) pada pohon kurma. Lalu Nabi menyarankan agar tidak
usah melakukan itu. kemudian ternyata buahnya banyak yang rusak. Setelah hal
itu dilaporkan pada Nabi, beliau berpesan : “lakukanlah pembuahan buatan,
kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian.” Oleh karena itu, kalau
inseminasi buatan pada tumbuh-tumbuhan diperbolehkan, kiranya inseminasi buatan
pada hewan juga dibenarkan, karena keduanya sama-sama diciptakan oleh Tuhan
untuk kesejahteraan umat manusia.
b. Kaidah hukum fiqih Islam “al-ashlu fil asya’ al-ibahah hatta
yadulla dalil ‘ala tahrimihi” (pada dasarnya segala sesuatu itu boleh, sampai
ada dalil yang jelas melarangnya). Karena tidak dijumpai ayat dan hadits yang
secara eksplisit melarang inseminasi buatan pada hewan, maka berarti hukumnya
mubah.
Namun mengingat risalah Islam tidak hanya mengajak umat manusia
untuk beriman, beribadah dan bermuamalah di masyarakat yang baik (berlaku
ihsan) sesuai dengan tuntunan Islam, tetapi Islam juga mengajak manusia untuk
berakhlak yang baik terhadap Tuhan, sesama manusia dan sesama makhluk termasuk
hewan dan lingkungan hidup, maka patut dipersoalkan dan direnungkan, apakah
melakukan inseminasi buatan pada hewan pejantan dan betina secara terus menerus
dan permanen sepanjang hidupnya secara moral dapat dibenarkan? Sebab hewan juga
makhluk hidup seperti manusia, mempunyai nafsu dan naluri untuk kawin guna
memenuhi insting seksualnya, mencari kepuasan (sexual pleasure) dan
melestarikan jenisnya di dunia.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa mengembangbiakkan semua
jenis hewan yang halal (yang hidup di darat, air dan terbang bebas di udara)
diperbolehkan Islam, baik untuk dimakan maupun untuk kesejahteraan manusia. Pengembangbiakan
boleh dilakukan dengan inseminasi alami maupun dengan inseminasi buatan.
Inseminasi buatan pada hewan tersebut hendaknya dilakukan dengan
memperhatikan nilai moral Islami sebagaimana proses bayi tabung pada manusia
tetap harus menjunjung tinggi etika dan kaedah-kaedah syariah.
III.
PENUTUP
Bayi tabung
adalah upaya jalan pintas untuk mempertemukan sel sperma dan sel telur diluar
tubuh (in vitro fertilization). Setelah terjadi konsepsi hasil tersebut
dimasukkan kembali ke dalam rahim ibu atau embrio transfer sehingga dapat
tumbuh menjadi janin sebagaimana layaknya kehamilan biasa.
Sejarah bayi tabung ini berawal dari upaya untuk
mendapatkan keturunan bagi pasangan suami isteri yang mengalami gangguan
kesuburan. Sebelum program bayi tabung ditemukan, inseminasi buatan dikenal
sebagai metode untuk menyelesaikan masalah tersebut. Inseminasi buatan
dilakukan dengan menyemprotkan sejumlah cairan semen suami ke dalam rahim
isteri dengan menggunakan bantuan alat suntik.
Bayi tabung
dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah
(boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama.
Bayi tabung
dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari
isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah
Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam
kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan
ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan
sebaliknya).
Bayi tabung
dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram
berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang
pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya
dengan hal kewarisan.
Bayi tabung
yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami isteri yang sah
hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan
jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd
az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina.
IV.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Muchlis Usman. Kaidah Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah Pedoman Dasar Dalam
Istinbat Hukum Islam, Jakarta. Raja Grafindo Persada, 1993.
2.
Prof. DR Rachmat Syafe’I, MA. Ilmu Ushul Fiqih, Bandung Pustaka
Setia, 1998.
3.
Paper Dwi Iswahyuni, Kaidah-kaidah Fiqhiyah, Program Studi Timur
Tengah dan Islam, Program Pascasarjana, UI, 2000.
4.
Drs.
H. Mahjuddin, M.Pd.I, Masailul Fiqhiyah, Jakarta: Kalam
Mulia, 2000.
5.
Pro.
Drs. H. Masjfuk Zuhdi, Masailul Fiqhiyah, Jakarta: CV.
Haji Masagung, 1997.