Manusia sebagai
makhluk yang paling sempurna dimuka bumi ini mempunyai perbedaan dan kelebihan
dengan makhluk-makhluk lain. Akal, merupakan sesuatu hal yang dimiliki oleh
manusia yang sangat berguna untuk mengatur insting serta ego manusia itu
sendiri agar tercapai tujuan kehidupannya.
Dengan akal,
manusia bisa mempelajari makna serta hakikat kehidupan dimuka bumi ini, tanpa
akal, manusia tidak mempunyai perbedaan sedikitpun dengan makhluk yang lainnya.
Akal juga membutuhkan ilmu serta pengetahuan agar bisa berjalan dengan
fungsinya, hakikat manusia sebagai makhluk yang selalu membutuhkan ilmu
pengetahuan. Hakikat manusia bisa menjadi makhluk individual, makhluk social,
makhluk peadegogis dan manusia sebagai mahkluk yang beragama.
Dalam makalah ini
maka kami akan membahas meliputi:
1.
Hakikat manusia
sebagai makhluk individual
2.
Hakikat manusia
sebagai mahkluk social
3.
Hakikat manusia
sebagai makhluk religious
4.
Hakikat manusia
sebagai peadogogis
Dari makalah ini,
penyusun sangat berharap kepada rekan-rekan mahasiswa agar bisa memahami serta
mengetahui bahwa manusia bisa meliputi berbagai hal. Terlepas dari itu,
penyusun juga menghaturkan banyak-banyak terimakasih kepada bapak dosen serta
teman-teman yang lainnya yang telah memberikan aspirasinya sehingga makalah ini
bisa selesai dengan baik dan tanpa ada halangan apapun.
B.
PEMBAHASAN
1.
Manusia Sebagai Makhluk Individual
“Lysen mengartikan
individu sebagai “ orang/seorang ”, atau sesuatu yang merupakan suatu keutuhan
yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide)”[1].
Manusia sebagai
makhluk individu mempunyai jiwa dan raga yang dalam perkembangannya tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Kedua unsur itu merupakan monodualis, yang selalu
berkembang kearah yang lebih baik dan lebih sempurna.
Dalam memberikan
pendidikan kepada individu hendaklah para pendidik memperhatikan perkembangan
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Setiap anak manusia yang dilahirkan telah
dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain, atau menjadi dirinya
sendiri. Seorang pakar pendidikan tersohor ditanah belanda, “M.J. Langeveld
menyatakan bahwa setiap orang memiliki individualitas”[2].
Pada abad ke-18
dan 19 aliran Rasionalisme masuk ke sekolah. “Aliran ini berpendapat hendaklah
para peserta didik disuruh menghafal sebanyak-banyaknya”[3].
Dengan kata lain, pengetahuan memberikan kepuasan dan kebehagian hidup, dengan
semboyan knowledge is power. Pendidikan yang diberikan kepada
peserta didik hendaklah seimbang antara aspek Kognitif, aspek afektif, aspek
psikomotorik,
Pola pendidikan
yang bersifat demokratis dipandang cocok untuk mendorong bertumbuh dan
berkembangnya potensi individualitas sebagaimana dimaksud. Pola pendidikan yang
bersifat otoriter serta patologis yang akan menghambat pendidikan. Tugas
pendidik hanya menunjukkan jalan dan mendorong subyek didik bagaimana cara
memperoleh sesuatu dalam mengembangkan diri dengan berpedoman pada
prinsip “ ing ngarso sungtulodo, ing madya mangun karso, tut wuri
handayani”. Tujuan utama pendidikan adalah membantu peserta didik
membentuk kepribadiannya, atau menemukan kediriannya sendiri.
2.
Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Menurut M.J.
Langeveld (1955) sifat hakikat manusia adalah makhluk social, individualitas,
dan moralitas. Sifat sosialitas menjadi dasar dan tujuan dari kehidupan manusia
yang sewajarnya atau menjadi dasar dan tujuan setiap anak dan kelompoknya.
Setiap anak pasti terlibat dalam kehidupan social pada setiap waktu, yang
dimaksud dengan interaksi social adalah suatu hubungan antara dua atau lebih
individu manusia dimana tingkah laku individu yang satu mempengaruhi, mengubah,
atau memperbaiki tingkah laku yang lain.
Sebagai makhluk
social, mereka saling membutuhkan, saling membantu, dan saling melengkapi.
Manusia akan selalu berinteraksi dengan manusia lain untuk mencapai tujuan
hidupnya, dan interaksi tersebut merupakan wadah untuk pertumbuhan dan
perkembangan kepribadiannya.
Dalam hal ini,
tugas pendidikan ialah mengembangkan semua potensi social sehingga manusia
sebagai makhluk social mampu berperan, dan mampu menyesuaikan diri dengan
masyarakat. Diharapakan melalui pendidikan manusia dapat mengembangkan secara
seimbang aspek individual dan aspek sosialnya.
Ahli pendidikan
membagi kebutuhan manusia sebagai berikiut:
Maslow
mengelompokkan kebutuhan bergantung pada pemuasannya dan mempunyai tingkatan
makna yang tidak sama, dan memiliki hierarki tertentu. Hirarki kebutuhan
menurut Maslow:
a.
Kebutuhan estetis
b.
Kebutuhan untuk
mengetahui dan mengerti
c.
Kebutuhan untuk
aktualisasi diri
d.
Kebutuhan
memperolah penghargaan orang lain
e.
Kebutuhan
mendapatkan kasih sayang dan memiliki
f.
Kebutuhan rasa
aman
g.
Kebutuhan fisiologis
3.
Manusia Sebagai Makhluk Religius
Pada hakikatnya
manusia adalah makhluk religious. Pandangan Martin Buber “ bahwa manusia adalah
makhluk Tuhan dan sekaligus mengandung kemungkinan baik dan jahat” adalah
sesuai dengan pandangan manusia sebagai makhluk Tuhan.
Menurut agama
Islam pendidikanlah yang menentukan sesorang akan menjadi Yahudi, Nasrani, atau
Majusi. Dalam agama islam dikemukakan “ Tiap anak dilahirkan bersih, suci,
orang tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
Agama merupakan
sandaran vertical bagi manusia. Manusia dapat memahami agama melalui proses
pendidikan agama. Ph. Kohnstamm berpendapat bahwa pendidikan agama seyogyanya
menjadi tugas orang tua.
Pemerintah dengan
berlandaskan pada GBHN memasukan pendidikan agama kedalam kurikulum di sekolah,
mulai dari SD s/d PT. disini perlu ditekankan bahwa meskipun pengkajian agama
melalui pelajaran agama ditingkatkan, namun tetap harus disadari bahwa
tekanannya adalah pendidikan agama dan bukan semata-mata pelajaran agama yang hanya
memberikan pengetahuan agama. Jadi segi-segi afektif harus di utamakan.
4.
Manusia Sebagai Makhluk Paedagogis
“Makhluk
peadagogis adalah makhluk yang mempunyai sifat pendidikan”[4].
Hal ini mencakup dua aspek yaitu pendidik dan peserta didik. Kata peadagogis
berasal dari kata Yunani yaitu pae artinya anak, dan gogik adalah didik. Dalam
kamus Ilmiah, kata paedagogik berarti bersifat mendidik, memiliki nilai
pendidikan. Jadi penyusun dapat mengambil jalan tengah, bahwa peadagogis adalah
membahas masalah pendidik tapi tidak terlepas dari pembahasan peserta didik.
Pendidik adalah
orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan bimbingan kepada peserta didik
dalam perkembangan jasmani dan rohani, agar mencapai tingkat kedewasaan
memenuhi tugasnya sebagai makhluk Tuhan, makhluk individu, makhluk social.
Adapun hakikat
pendidik menurut T. Raka Joni (1978) sebagai berikut:
a.
Pendidik sebagai
pembaharuan.
b.
Pendidik adalah
pemimpin dan pendukung nilai-nilai masyarakat.
c.
Pendidik sebagai
fasilitator
d.
Pendidik
bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar peserta didik.
Peranan pendidik
secara umum adalah sebagai berikut:
a.
Sebagai
komunikator
b.
Sebagai
fasilitator
c.
Sebagai motivator
d.
Sebagai
administrator
e.
Sebagai konsuler
Menurut Ki Hajar
Dewantoro pendidik mempunyai peranan seperti berikut ini: Ing ngarso
Sungtulodo, Ing madio mangun Karso, Tut Wurihandayani.
Adapun hakikat
peserta didik sebagai berikut:
a.
Peserta didik
adalah pribadi yang sedang berkembang.
b.
Peserta didik
bertanggung jawab atas pendidikannyasendiri sesuai dengan wawasan pendidikan
seumur hidup.
c.
Peserta didik
adalah pribadi yang memiliki potensi.
d.
Peserta didik
memerlukan pembinaan individual dan perlakuan yang manusiawi.
e.
Peserta didik pada
dasarnya merupakan insan yang aktif menghadapi Lingkungannya.
C.
KESIMPULAN
Manusia merupakan
makhluk yang paling sempurna. Manusia memiliki akal untuk menghadapi
kehidupannya di dunia ini. Akal juga memerlukkan pendidikan sebagai obyek yang
akan dipikirkan.
Fungsi akal
tercapai apabila akal itu sendiri dapat menfungsikan, dan obyeknya itu sendiri
adalah ilmu pengetahuan. Maka dari itu, manusia pada hakikatnya adalah makhluk
peadagogis, makhluk social, makhluk individual, makhluk beragama, dan hal ini
telah dijelaskan pada bab pembahasan.
D.
DAFTAR PUSTAKA
-
Idris Zahara.H, H.
lisman Jamal, “Pangantar Pendidikan”. Jakarta: PT Grasindo,
1995. Cet. Ke- II.
-
Pena Prima
Tim, “Kamus Ilmiah Populer”. Surabaya: Gitamedia Press, 2006.
Cet. Ke- I.
-
Tirtarahardja
Umar, Prof. Dr, Drs. La Sulo, “Pengantar Pendidikan”. Jakarta: Departement
Pendidikan dan Kebudayaan, 1994.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar