A.
Pendahuluan
Islam adalah
“dien” Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW dan ia adalah dien yang
berintikan keimanan serta perbuatan. Keimanan merupakan aqidah dan pokok yang
diatasnya berdiri syari’at islam, sedangkan perbuatan merupakan syari’at dan
cabang-cabangnya. Keimanan dan perbuatan adalah saling berhubungan dan tidah
bisa dipisah-pisah.
Sejarah telah
berkata bahwa suatu kemerdekaan dapat diraih karena didalamnya para pejuang
yang di dalam hatinya dipenuhi dengan keimanan dan ia dalam jiwanya diisi penuh
dengan keyakinan. Misal para pejuang Bangsa Indonesia yaitu Imam Bonjol,
Pangeran Diponegoro, Cut Nyak Dien, dan lainnya. Mereka adala pejuang yang
tercatat dalam sejarah bahwa dalam keidupan mereka adalah manusia yang taat beribadah
dan penuh keimanan.
Dari uraian
pendahuluan di atas, dapat kita tarik beberapa permasalahan yang akan dibahas
dalam makalah berikut:
1.
Apakah iman itu?
2.
Bagaimana hakikat iman itu?
B.
Pembahasan
1.
Pengertian Iman
Secara garis
besar, agama Islam terdiri dari dua bagian, yaitu bagian teori, yang lazim
disebut dengan rukun iman, dan bagian praktek, yang mencakup segala hal yang
harus dilakukan oleh orang yang beriman yang kemudian dijadikan pedoman dalam
menjalani kehidupan.
Bagian pertama
juga disebut dengan ushul, dan bagian kedua disebut furu’. Kata ushul adalah
jama’ kata ashl, artinya pokok. Adapun kata furu’ adalah jama’nya kata far yang
berarti cabang. Bagian pertama juga disebut aqa’id artinya kepercayaan dan yang
kedua disebut dengan ahkam yang berari hokum.
Imam Bukhori
rhm berhata: Saya telah menemui labih dari seribu orang ulama’ di berbagai
penjuru negeri dan daya tidak melihat ada salah seorang diantara mereka yang
tak sepaham bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.
Menurut Syaikh
Ibnu Taimiyah bahwa iman adalah ikrar, bukan sekedar tashdiq. Sedangkan ikrar
mencakup pula perkataan hati (tashdiq) dan amalan hati (ketundukan).
Membenarkan atas rasul terhadap apa yang ia kabarkan dan tunduk kepadanya atas
apa yang ia perintahkan. Sebagaimana ikrar terhadap Allah SWT adalah
mengakuiNya dan beribadah kepadaNya.
Sedangkan Al
Qostholani dalam mendefinisikan iman adalah bahwa iman merupakan bahasa
pembenaran. Ia seperti apa yang dikatakan At Tifazani adalah ketundukan terhadap
hokum yang mengkhabarkan dan menerimanya. Dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah
ayat 285, Allah SWT berfirman:
Artinya: Rasul
telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian
pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka
mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang
lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan
Kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada
Engkaulah tempat kembali."
Dari
pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa iman adalah sebuah keyakinan
dalam hati dan pembenaran dengan perbuatan.
Dalam Islam,
rukun iman dibagi menjadi enam yaitu iman kepada Allah, iman kepada
malaikatNya, iman kepada kitabNya, iman kepada RasulNya, iman kepada hari
kiamat, dan iman kepada takdir. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah
ayat 117:
Artinya: “Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.”
2.
Hakikat Iman
a.
Iman Kepada
Allah
Hakikat iman
kepada Allah adalah pembenaran atas adanya Allah yang Maha Pencipta, mengetahui
yang ghaib, Rabb segala sesuatu, bahwa tiada Ilah yang patut disembah kecuali
Dia dan dengan asma’ dan sifatNya. Sedangkan menurut Sayid Sabiq Iman kepada
Allah SWT adalah ma’rifat dengan nama-namaNya yang mulia dan sifat-sifatNya
yang tinggi. Juga ma’rifat dengan bukti-bukti wujud serta kenyataan sifat keagungan
dalam alam semesta ini.
Realisasi iman
kepada Allah menurut Abdul Majid adalah:
Ø Ikhlas dalam
melaksanakan ibadah, baik ibadah I’tiqodiyah, qouliyah maupun ibadah praktis.
Adapun yang meliputi ibadah I’tiqodiyah adalah yakin bahwa Laa Ilaha Illallah,
cinta kepada Allah, takut kepada Allah SWT dengan mengharap rahmatNya.
Ibadah qouliyah meliputi mengucap kalimat syahadat, istighfar, do’a, dll. Sedangkan ibadah praktis meliputi rukun islam dan amalan-amalan lain yang disukai Allah SWT.
Ibadah qouliyah meliputi mengucap kalimat syahadat, istighfar, do’a, dll. Sedangkan ibadah praktis meliputi rukun islam dan amalan-amalan lain yang disukai Allah SWT.
Ø Iman secara
konsekuen yaitu tidak hanya di lisan saja seseorang mengaku iman akan tetapi
dia harus konsekuen dengan aturan iman itu sendiri misal membenarkan semua yang
datang dari Allah SWT, menunsiksn kewajiban, amar ma’ruf nahi munkar, dll.
b.
Iman Kepada
Malaikat
Hakikat iman
kepada malaikat Allah adalah pembenaran bahwa malaikat itu ada, dan diciptakan
dari cahaya, bahwa mereka mempunyai tugas masing-masing terhadap hamba Allah.
Sedangkan dalam kitab aqidah islam iman kepada malaikat hakikatnya adalah
ma’rifat dengan alam yang ada di balik alam semesta ini, termasuk kekuatan
kebaikan yaitu malaikat, juga kekuatan jahat dari iblis dan sekalian tentaranya
dari golongan syaithan.
c.
Iman kepada
Kitab-kitab Allah
Hakikat iman
kepada kitab Allah adalah meyakini bahwa itu adalah wahyu yang diberikan kepada
rasulnya, dan dia adalah petunjuk untuk mengetahui antara yang baik dan yang
buruk, serta yakin bahwa Allah benar-benar memfirmankan. Dan Syaikh Abu Bakar
Jabir menambahkan bahwa segala hukum dan syari’at yang ada di dalamnya adalah
hukum untuk umatnya.
d.
Iman kepada
Rasul-rasul Allah
Hakikat iman
kepada rasulnya adalah ma’rifat kepada nabi dan rasulnya yang ditutup oleh nabi
Muhammad SAW, meyakini bahwa mereka adalah utusanNya dan menjadi pembimbing kea
rah kebaikan. Bahwa mereka adalah manusia biasa yang mendapat keistimewaan dari
Allah yaitu berupa wahyu dan mu’jizat. Dan bukan hanya meyakini akan tetapi
kita juga harus membenarkan dengan kita menjalankan segala apa yang disunahkan
kepada kita. Menjadikan mereka sebagai suri tauladan dalam menjalani kehidupan
di dunia.
Dan seseorang
tidak boleh hanya mengimani beberapa rasul saja dan jika hal itu terjadi maka
seseorang itu menurut Abdul Majid maka dia adalah kafir sesuai dengan firman
Allah SWT dalam surat An Nisa’ ayat 150-152:
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan
bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya,
dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan Kami
kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan Perkataan
itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir).
Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. Orang-orang yang beriman
kepada Allah dan Para Rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorangpun di antara
mereka, kelak Allah akan memberikan kepada mereka pahalanya. dan adalah Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
e.
Iman kepada
Hari Kiamat
Iman kepada
hari kiamat hakikatnya yaitu ma’rifat dengan adanya hari akhir beserta di
dalamnya tanda-tandanya yang tadinya belum telihat atau belum terjadi, serta
kejadian setelah kematian yaitu adanya hari kebangkitan, adanya siksa kubur dan
kehidupansetelah adanya surge dan neraka. Sehingga kita menjadi sadar bahwa
dunia adalah bukan menjadi tujuan hidup manusia.
f.
Iman kepada
Takdir (qadla dan qadar)
Iman kepada
takdir Allah hakikatnya adalah ma’rifat dengan keputusan yang ada baik dalam
penciptaan maupun cara mengaturnya dan yakin bahwa segala sesuatu yang belum
dan sudah terjadi adalah keputusannya tidak ada yang dapat mengetahui kecuali
ilmu orang sejajar dengan ilmu Allah. Karena memang seseorang tidak akan pernah
mengetahui kecuali sesuatu hal dengan tepat kecuali jika orang tersebut
mengetahui ilmunya. Misal seorang yang bodoh tentang ilmu kedokteran dia akan
menentang seorang dokter yang membedah perut pasiennya. Akan tetapi kjika ia
tahu bahwa dokter adalah ahlinya maka dia akan menentang mengakui
ketidakmengertiannya.
Hal ini sama
dengan sikap seorang mukmin yang mengakui kemahasempurnaan Allah. Maka jika
suatu peristiwa menimpa dirinya dia yakin bahwa akan ada hikmahnya. Namun jika
dia belum mendapat makna dari balik peristiwa maka dia akan mengakui
ketidakmengertiannya akan ilmu Allah dan tidak akan menentangnya.
C.
Kesimpulan
Dari pengertian
iman dan hakikatnya di atas kita dapat mengimplementasikan rukun iman yang enam
itu selain dengan kayakinan dalam hati kita yaitu dengan menjalankan segala
perintah yang diberikan Allah dan menjauhi semua larangannya dengan berpedoman
al Qur’an yang dijelaskan dalam sunnah. Pasrah dengan keputusanNya dan ridlo
dengan takdirnya.
D.
Daftar Pustaka
Ø Abu Bakar Jabir
Al Jazari, Minhajul Muslim, 1999
Ø Al Qur’an Al
Karim
Ø Ali Muhamad, “Islamologi
(Dinul Islam)”, Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 2007.
Ø Sabiq Sayid, “Aqidah
Islam Pola Hidup Manusia Beriman”, Bandung: CV. Diponegoro, 1982.
Ø Shollah As
Showi, “Yang Baku dan Yang Nisbi”, Solo: Al Alaq Pustaka, 1996.
Ø Abdul Majid Al
Zandany, “Al Iman”, Jakarta: Pustaka Al Kaustar, 1994.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar